Mengenang

Mengenangmu adalah hal yang sangat ingin sekali ku simpan dalam ruang kosong agar tak lagi menjadi sebuah kebiasaan.

Pernah sekali berpikir untuk abai walau apa yang dikatakan tidak benar- benar sebenarnya.

Malam yang sunyi dan sepi selalu menjadi teman setia untukku. Teman yang mengerti mengapa aku harus melakukan hal yang sama sekali tidak memberikanku apa- apa, walau sekadar balasan perasaan. Tidak. Sama sekali.


Malam yang dingin membawa diriku ke dalam hangatnya perasaan ketika sedang mengingatmu. Mengenangmu terkadang menjelma seperti dongeng yang kemudian membawa diriku ke dalam mimpi yang tiba- tiba saja membuatku terbangun di keesokan harinya. 


Rintihan rindu dan secarik kertas yang berisi perasaan menolak untuk ditulis dan dibaca oleh penulisnya sendiri. Katanya sudah cukup. Sudah cukup untuk mengenang seseorang yang sampai saat ini tidak pernah kembali dengan banyak janji yang pada akhirnya diingkari.


Kopi hitam memang tidak semanis teh hangat yang pernah kita beli. Tapi setidaknya bisa dijadikan pembanding ketika aku merasa betapa pahitnya menerima apa yang tidak sesuai kepalaku. Akan kutuliskan semua rangkaian cerita ini pada sebuah buku yang sama sekali tidak ada yang tahu, termasuk kamu. Walau pada akhirnya nanti kamu tahu, tetapi kamu tidak tahu bahwa tokoh itu adalah kamu. 

Di hari yang sama, dengan senja yang meninggalkan langitnya, dengan siang yang menyambut malam begitu kelam, dengan hujan yang berhenti karena rayuan, dengan bintang yang berbaris dipimpin sang bulan, dengan sunyi yang berhasil mengganti kebisingan, aku menyerah.  Aku menyerah untuk mengenangmu. 

Sebab hal- hal yang diluar kendali, terkadang harus benar- benar dikendalikan dengan cara sendiri. Kamu sudah melekat rapih dan tertata di dalam hatiku. Kini aku pamit. Berhenti sudah perjalananku sampai disini. Temukanlah dia, beri tahu aku kalau kamu sudah tahu. 


Sampai jumpa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Pantun

Hari Baru

U N I F E S T